Relevansi Konsep Khulu' Menurut Imam Shāfi’i dan Imam Hambali dengan Kompilasi Hukum Islam

Huda, Miftahul (2022) Relevansi Konsep Khulu' Menurut Imam Shāfi’i dan Imam Hambali dengan Kompilasi Hukum Islam. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Ponorogo.

[img]
Preview
Text
210117160_Miftahul Huda_Hukum Keluarga Islam.pdf

Download (1MB) | Preview

Abstract

ABSTRAK
Huda, Miftahul, 2022. “Relevansi Konsep Khulu’ Menurut Imam Shāfi’i dan Imam Hambali Dengan Kompilasi Hukum Islam”. Skripsi. Jurusan Hukum Keluarga Islam Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Wahyu Saputra, S.H.I., M.H.Li.
Kata Kunci/keyword: Khulu’, Imam Shāfi’i, Imam Hambali, Kompilasi Hukum Islam
Khulu’ adalah istri meminta memisahkan dirinya dari suaminya dengan memberikan sesuatu kepadanya atau ‘iwaḍ. Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf (i) yang berbunyi: Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwad kepada dan atas persetujuan suaminya. Mengenai status khulu’ terdapat perbedaan pendapat antara Imam Shāfi’i, Imam Hambali dan Kompilasi Hukum Islam
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pandangan Imam Shāfi’i dan Imam Hambali Tentang status khulu’ dan relevansinya dengan KHI? (2) Bagaimana pandangan Imam Shāfi’i dan Imam Hambali Tentang iwad dan relevansinya dalam KHI?
Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian Library Recearch. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan metode analisis isi (Content Analysis).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa khulu’ menurut Imam Shāfi’i lebih relevan dengan KHI. Sebab menurut Imam Shāfi’i khulu’ berstatus sebagai talāq dan khulu’ mengurangi bilangan jumlah talāq. Pendapatnya lebih relevan dengan KHI dalam Pasal 161 ketimbang dengan pendapat Imam Hambali yang berpendapat bahwa khulu’ merupakan fasakh. Mengenai status khulu’ ini berimplikasi terhadap ‘iddah wanita yang terkena khulu’. Pendapat yang mengatakan bahwa khulu’ adalah talāq maka ‘iddah wanita yang terkena khulu’ adalah tiga kali quru’ (suci/haid). Sedangkan pendapat yang berpendapat bahwa khulu’ adalah fasakh, maka ‘iddah nya satu kali quru’ (suci/haid). Dalam khulu’ juga terdapat ‘iwaḍ. Menurut Imam Shāfi’i ‘iwaḍ merupakan salah satu rukun terjadinya khulu’. Apabila salah satu dari rukun khulu’ tidak terpenuhi, maka khulu’ tdak sah. Sementara Imam Hambali memperbolehkan khulu’ dengan tanpa ‘iwaḍ. KHI sendiri membedakan perkara khulu’ dengan cerai gugat biasa adalah dengan adanya ‘iwaḍ, apabila terjadi kesepakatan mengenai ‘iwaḍ maka berlaku perkara khulu’. Oleh karena itu, KHI lebih relevan dengan pendapat Imam Shāfi’i yang mengharuskan adanya ‘iwaḍ dalam perkara khulu’.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Thesis Supervisor: Wahyu Saputra
Subjects: 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1899 Other Law and Legal Studies > 189999 Law and Legal Studies not elsewhere classified
Divisions: Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah
Depositing User: Miss Perpustakaan IAIN Ponorogo
Date Deposited: 09 Jun 2022 05:36
Last Modified: 09 Jun 2022 05:36
URI: http://etheses.iainponorogo.ac.id/id/eprint/18660

Actions (login required)

View Item View Item