Hakim, Intan (2024) ..(PERBAIKI LAYOUT ABSTRAK, GUNAKAN TTD ASLI BUKAN SCAN PADA LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ETEHSIS, UPLOAD ULANG)..Pandangan Hakim Pengadilan Agama Ponorogo Tentang Nushuz (Analisis Keadilan Gender). Masters thesis, IAIN Ponorogo.
|
Text
ETHESEES.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK
Dampak dari perbuatan nusyuz tidak hanya membuat gugatan beralasan kuat untuk dikabulkan tetapi juga berdampak pada hak isteri untuk mendapatkan nafkah ‘iddah dan nafkah madliyyah maupun mut’ah. Adanya pengaturan mengenai nusyuz dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak secara jelas mengatur bagaimana konsep nusyuz dan batasannya. Dan hal itu tentu membutuhkan penjelasan yang lebih rinci lagi karena memang sejauh ini tidak ada ketentuan lain yang mengatur mengenai nusyuz. Fokus penelitian ini yang pertama bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Ponorogo tentang nusyuz, yang kedua bagaiamana pandangan hakim Pengadilan Agama Ponorogo terkait kedudukan nushuz dan bagaimana pandangan hakim terkait nafkah sebagai implikasi nushuz dalam keadilan gender. Terhadap kasus-kasus nusyuz yang terjadi di Pengadilan Agama Ponorogo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini yang pertama mengenai pandangan hakim Pengadilan Agama Ponorogo tentang nushuz ad dua pendapat, pendapat kelompok pertama hakim sepakat dengan bahwa nushuz bisa saja dilakukan oleh kedua belah pihak baik dari suami yang melakukan nushuz maupun istri yang melakukan nushuz. Kelompok ini dapat dikategorikan telah menerapkan kesetaraan dalam keadilan gender di Pengadilan Agama Ponorogo. Pendapat kelompok kedua bahwa nushuz hanya merupakan istri yang tidak taat kepada suami. Hal ini merupakan hal yang bias gender. Mengenai pandangan hakim Pengadilan Agama Ponorogo terkait kedudukan nushuz, ada dua pendapat. Pendapat pertama hakim berpendapat bahwa nushuz berdasarkan Kompilasi Hukum Islam yang telah mengatur kewajiban suami dan istri. Kedudukan nushuz hanya ada pada istri tidak ada kedudukan nushuz bagi suami, maka pendapat tersebut masih tergolong pada bias gender yang mana tidak membedakan terkait pelaku nushuz. Pendapat kedua, menyatakan kedudukan nushuz bisa melekat pada suami maupun istri. Walaupun nushuz suami tidak pernah disebutkan secara eksplisit. Tetapi suami bisa dianggap melakukan pembangkangan. Pendapat ini termasuk dalam kategori berkeadilan gender. Mengenai pandangan hakim terkait nafkah sebagai implikasi nushuz di pengadilan agama Ponorogo, ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yang menyatakan apabila ada unsur pembangkangan dan hal tersebut terbukti maka suami tidak dibebankan nafkah ataupun mut’ah. Dalam pendapat ini terlihat bias gender karena tidak memberikan hak yang setara. Adapun pendapat yang kedua konsekuensi hukum akibat adanya perceraian yaitu suami dibebankan untuk tetap memberi nafkah. dalam hal ini hakim menerapkan prinsip kesetaraan dalam hak seperti yang disampaikan Amina Wadud. Beliau lebih menekankan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam Islam
Kata Kunci: Pandangan, Nusyuz, Kedudukan, Implikasi
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Thesis Supervisor: | Miftahul Huda |
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1899 Other Law and Legal Studies > 189999 Law and Legal Studies not elsewhere classified |
Divisions: | Fakultas Syariah > Jurusan Hukum Keluarga Islam |
Depositing User: | Mr Perpustakaan IAIN Ponorogo |
Date Deposited: | 01 Jul 2024 02:47 |
Last Modified: | 01 Jul 2024 02:47 |
URI: | http://etheses.iainponorogo.ac.id/id/eprint/29402 |
Actions (login required)
View Item |